Jumat, 24 Maret 2017

Hutan Kemasyarakatan

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgruAwoVevTbyr68v37RiwYCPiOOcOXwQRaeVqVYt43CLLmqefQT0VjKf4Def9qCxC1SbGoCrzW3Dd4QFwXcMNYkPxS6oB-vIEtXO2sPfUCcBR8YDxFII6TX5i0OOh_LLD1OaZyysyEMms/s320/Logo+UNTAN+-+Hitam.pngUpaya Menghidupkan Kegiatan Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan Secara Berkelanjutan
Disusun oleh :
SUPRIYADI
G 01112068
Matakuliah : Hutan Kemasyarakatan
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016


KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala. Salawat dan salam kita kirimkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Sallallahu-alaihiwasallam, karena atas hidayah-Nyalah paper ini dapat diselesaikan. Paper ini penulis sampaikan kepada pembina matakuliah Hutan Kemasyarakatan (HKM) sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah tersebut. Tidak lupa Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu Dosen yang telah berjasa mencurahkan ilmu kepada penulis mengajar matakuliah Hutan Kemasyarakatan.
Penulis memohon kepada Bapak/Ibu dosen khususnya, umumnya para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam karya tulis ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya karya-karya tulis yang akan datang.











BAB I
PENDAHULUAN
Program pemberdayaan masyarakat desa hutan merupakan salah satu program terobosan strategis yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan memberikan  akses yang luas kepada masyarakat sekitar hutan untuk mengelola sumber daya hutan. Namun demikian, terobosan tersebut dinilai belum cukup efektif. Dari target capaian nasional sebesar 500.00ha/tahun untuk Hutan Kemasyarakatan (HKMdan Hutan Desa (HDhanya tercapai rata-rata10%/tahu (dihitung sejak tahun 2007). Hal ini dikarenakan pelaksanaan  program tersebumasih terkendala oleh beberapa permasalahan antara lain: ketidaksinkronan kebijakan pusat daerah, ketidakefisienan tata laksana perizinan dan masih terbatasnya anggaran.
Oleh karena itu, Kemitraan (Partnershipmemandang pentin agar pemerintah dapat mempercepat implementasi  program tersebumengingat kemanfaatannya bagi masyarakat desa hutan dan Indonesia pada umumnya. Untuk itu, Kemitraan merekomendasi serangkaian langkah guna mempercepat pencapaian program di atas: Pertama penguatan kebijakan pengelolaan hutan melalui penerbitan Keputusan Presiden (Kepres) atau Intruksi Presiden (Inpres), atau melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) MenteriKedua pembuatan peta jalan dan strategi nasional pencapaian target hutan kemasyarakatan dan hutan desa Ketigareformasi perizinan penyelenggaraan hutan kemasyarakatan  dan hutan desa. Keempat,  peningkatan dukungan sumber daya manusia dan finansialKelimapembuatan deslayanan penetapan areakerja penyelenggaraan hutan kemasyarakatan dan hutan desa. Kelima rekomendasi  tersebut diharapkan dapat mendorong pencapaian targepenurunan tingkat kemiskinan masyarakat desa hutan dan kerusakan sumber daya hutan.



BAB II.
PEMBAHASAN
HKm merupakan salah satu pola pemberdayaan masyarakat selain pola Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Desa, dan Kemitraan. Di beberapa lokasi di lampung, contoh-contoh kecil penyelenggaraan HKm menunjukkan bahwa pola HKm berkembang secara baik serta dapat diterima dan dilakukan baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat.
Pada tahun 2004, penelitian tentang hutan kemasyarakatan pernah dilaksanakan di Desa Gudang Garam yang bertujuan untuk melihat seberapa besar kontribusi yang telah diberikan oleh program hutan kemasyarakatan selama jangka waktu pengelolaannya. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kontribusi pendapatan yang diberikan oleh hutan kemasyarakatan terhadap pendapatan total masyarakat peserta hutan kemasyarakatan adalah hanya sebesar 15,17%, sedangkan dari luar hutan kemasyarakatan 84,82% (Saurina, 2004).
Program hutan kemasyarakatan berfungsi sebagai faktor pendukung pelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat, pelaksanaan hutan kemasyarakatan diprioritaskan pada masyarakat setempat yang kehidupannya tergantung pada sumberdaya hutan. Hutan dan masyarakat sekitarnya merupakan satu kesatuan ekosistem yang satu sama lain saling ketergantungan. Hutan bagi masyarakat tradisional dianggap sebagai sumber penghasilan makanan/kebutuhan, seperti buah-buahan, berburu binatang, bahan bakar, dan lain-lain. Sebaliknya masyarakat modern lebih memandang hutan sebagai sumber bahan mentah bagi proses manufaktur untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih lanjut. Atas dasar ini, semua diaktualisasikan dalam bentuk pemberian hak pengusahaan kepada masyarakat lokal untuk mengusahakannya (Wardoyo, 1997).
Masyarakat yang melaksanakan program HKm bisa mematuhi ketentuan-ketentuan yang disyaratkan. HKm kemudian tidak berkembang hanya sebagai pelaksanaan program penyelamatan hutan, tetapi juga sebuah sarana pembelajaran. Tentu saja pembelajaran tersebut perlu terus dikembangkan sambil menyelesaikan rintangan yang bergelombang.
Tahap-tahap pelaksanaan hutan kemasyarakatan :
1.      Pencadangan areal hutan kemasyarakatan. Dapat dicadangkan pada kawasan hutan produksi, kawasan lindung, dan pada pelestarian alam pada zona pemanfaatan.
2.      Penyiapan kondisi masyarakat. Merupakan kegiatan awal yang penting dilaksanakan sebelum pemberian Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan
3.      Terbentuknya kelembagaan masyarakat berdasarkan aspirasi dan inisiatif masyarakat itu sendiri dalam mengelola hutan secara lestari. Penyiapan kondisi masyarakat dilakukan melalui penyebarluasan informasi tentang kebijakan dan peraturan hutan kemasyarakatan
4.      Perencanaan. Rencana pengembangan hutan kemasyarakatan diawali dengan diperolehnya hak pengusahaan hutan kemasyarakatan, koperasi masyarakat lokal wajib menyusun Rencana Induk Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan(RPHKm),
5.      Rencana Lima Tahunan Hutan Kemasyarakatan (RKLHKm).
6.      Pelaksanaan. Hutan kemasyarakatan dikelola oleh koperasi masyarakat lokal sebagai pemegang hak pengusahaan hutan kemasyarakatan
7.      Pemantauan dan evaluasi di lapangan. Sebagai pemegang hak
pengusahaan hutan kemasyarakatan, koperasi memantau sendiri kegiatan pengelolaan hutan kemasyarakatan (Dephutbun, 1999).

Berdasarkan bentuk kegiatan, hutan kemasyarakatan menurut Wardoyo (1997) dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1.      Aneka Usaha Kehutanan
Merupakan suatu bentuk kegiatan hutan kemasyarakatan, dengan
memanfaatkan ruang tumbuh atau bagian dari tumbuh-tumbuhan hutan. Kegiatan-
kegiatan yang termasuk dalam aneka usaha kehutanan antara lain budidaya rotan,
pemungutan getah-getahan, minyak-minyakan, buah-buahan/biji-bijian, budidaya
lebah madu, jamur dan obat-obatan
Hubungan antara pemanfaatan hutan, ruang tumbuh dan bagian-bagian
tanaman dengan alternatif kegiatan yang dapat dikembangkan. Alternatif kegiatan
yang dapat dikembangkan sangat tergantung pada kondisi awal tegakan pokok
yang telah ada.
2.    Agroforestry
Agroforestry merupakan suatu bentuk hutan kemasyarakatan yang
memanfaatkan lahan secara optimal dalam suatu hamparan, yang menggunakan
produksi berdaur panjang dan berdaur pendek, baik secara bersamaan maupun
berurutan Agroforestry merupakan komoditas tanaman yang kompleks, yang
didominasi oleh pepohonan dan menyediakan hampir semua hasil dan fasilitas
hutan alam. Agroforestry dapat dilaksanakan dalam beberapa model, antara lain
tumpang sari (cara bercocok tanam antara tanaman pokok dengan tanaman
semusim), silvopasture  (campuran kegiatan kehutanan, penanaman rumput dan
peternakan), silvofishery  (campuran kegiatan pertanian dengan usaha perikanan
di daerah pantai), dan farmforestry  (campuran kegiatan pertanian dengan
kehutanan).
Keberhasilan kegiatan Hutan Kemasyarakatan sangat ditentukan oleh ketepatan perencanaan, kesiapan kelembagaan masyarakat, serta dukungan Pemerintah Daerah. Oleh karena itu proses perencanaan harus dilakukan secara cermat dengan melibatkan instansi terkait. Pedoman ini merupakan bagian dari proses penyusunan perencanaan yang harus dilaksanakan secara terkoordinasi dengan para pihak dilapangan..
Peluang masyarakat disekitar hutan untuk meraih kesejahteraannya sembari melestarikan hutan sudah ada didepan mata. Sejumlah kelompok tani kini sudah mendapatkan izin pengelolaan definitif selama 35 tahun. Kelompok-kelompok lainnya juga sedang berlomba-lomba untuk mendapat izin definitif .
Pemberdayaan masyaraka(community empowerment) merupakan satu proses untuk memperkuat kapasitas masyarakasetempat sehingga mampu merespon perubahanperubahan lingkungannya, dan mampsecara terus menerus melakukan pembarua(inovasi) sosial. Oleh karena itu pemberdayaatidak dapat disamakan dengan proyek-proyekehutanan yang hanya bersifat fisik dan temporer (seperti proyek penanaman atarehabilitasi hutan). Suatu proses pemberdayaan masyarakat memerlukan strategi dapendekatan spesifik, dan berlangsung dalajangka waktu yang panjang. Selain itu kegiatan pemberdayaan  masyarakat membutuhkainvestasi sumberdaya (finansial) yang memadai untuk dapat melakukan kegiatapengorganisasian masyarakat, penguatan kapasitas, dan pendampingaintensif sehingga mereka menjadi betul-betul mampmengelola program secara berkelanjutan.
Sejarah pengelolaan hutan oleh masyarakat lokal Indonesia di beberapa tempat telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah. Karena itu berbagai klaim kepemilikanpun muncul yang menyebabkan konflik antara pemerintah dengan masyarakat, dan antara pemegang konsesi (HPH/HPHTI) dengan masyarakat. Untuk penyelesaian konflik tersebut, perlu pengaturan yang lebih adil dalam menetapkan siapa subyek dalam pengelolaan hutan agar pengelolaan berlangsung secara efektif. Faktor kesejahteraan merupakan salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan.
Tidak bisa dipungkiri, keterbatasan dana adalah salah satu kendala pentin yanmenghambat laju percepatan program HKM dan HD di di lapangan. Di beberaptempat, keterbatasan pendanaan bistertutupi oleh adanya program-program pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang dibiayai donor, tapi di tempat-tempat lain, dengan luasannya yang jauh lebih besar, keterbatasan itu tidak pernah bisa diselesaikan, baik oleh masyarakat, LSMpemerintah daerah, maupun pemerintah Pusat
Selain itu terdapat beberapa tingkatan kendala bagi pengembangan hutan kemasyarakatan. Di tingkat desa, masyarakat menghadapi beberapa kesulitan karena :
o  Kelembagaan desa lemah
o  Pola pembagian keuntungan tidak baik
o  Tidak ada pengelolaan konflik yang efektif
o  Kurangnya informasi tentang pasar dan biaya transport tinggi
o  Kurangnya peralatan.
o  Pengakuan dan hubungan antara peraturan masyarakat dengan peraturan daerah lemah.
o  Batas dan penguasaan lahan tidak jelas
Ditingkat pemerintah kabupaten masalah utama adalah :
1.      Pengalaman dan pengetahuan teknis tentang berbagai pola hutan kemasyarakatan terbatas.
2.      Pengembangan hutan kemasyarakatan membutuhkan banyak tenaga dan pendampingan dari Dinas Kehutanan maupun Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM).
3.      Hutan Kemasyarakatan sulit dikembangkan pada skala lebih besar
4.       Ketidakpastian kerangka hukum tentang hak milik, kehutanan dan pajak/ retribusi dan pengaruhnya terhadap akses dan penguasaan atas lahan hutan.
5.      Pemanfaatan lahan yang lebih berpotensi meningkatkan pendapatan daerah.
6.      Daerah luas dan terpencil yang sulit disurvei.
Keraguan bagaimana memadukan hutan kemasyarakatan ke dalam tata guna lahan masalah yang dialami ditingkat Pemerintahan Pusat utamanya adalah :
·         Bagaimana mengembangkan peraturan yang menjamin kesinambungan, tetapi cukup luwes untuk memungkinkan penyesuaian sesuai keadaan daerah.
·         Bagaimana mengembangkan mekanisme perpajakan dan pembagian keuntungan yang tepat bagi berbagai pola hutan kemasyarakatan.
·         Bagaimana mengawasi dan memantau penerapan peraturan.

LSM dapat mendapat memberikan dukungan penting, namun mengalami hambatan seperti :
·         Pengembangan hutan kemasyarakatan membutuhkan banyak tenaga dan pendampingan
·         Bagaimana menjembatani antar masyarakat dan pemerintah kabupaten
·         Bagaimana menterjemahkan pengalaman dari satu tempat menjadi pilihan yang tepat untuk daerah lain
·         Bagaimana menghindari terciptanya ketergantungan masyarakat pada LSM
A.  Solusi Pengembangan HKm
Pelaksanaan program hutan kemasyarakatan di bidang pengelolaan hutan, dapat dilaksanakan program-program sebagai berikut:
a)      Bidang Perencanaan
Penyusunan Perencanaan Petak Hutan Pangkuan secara partisipatif dengan melibatkan semua pihak terkait. Perencanaan meliputi: rencana kelola wilayah hutan, rencana sosial, rencana kelembagaan, peningkatan sumberdaya manusia, peningkatan usaha ekonomi produktif masyarakat sekitar hutan.
Perencanaan disusun oleh lembaga masyarakat desa sekitar hutan, Perum Perhutani (pengelolaan hutan negara di Pulau Jawa oleh PT Perhutani), dan para pihak yang berkepentingan dengan pendekatan desa melalui kajian sumberdaya yang ada di masing-masing desa.
b)      Bidang Pembinaan Sumberdaya Hutan
1.      Persemaian, tanaman dan pemeliharaan bekerjasamakan dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
2.      Pengkaderan mandor sebagai penyuluh HKm
3.      Pembuatan pusat informasi dan komunikasi HKm.
4.      Pelatihan-pelatihan usaha produktif dan kewirausahaan untuk LMDH.
5.      Pemberdayaan terhadap LMDH bersama dengan para pihak.
6.      Mengaktifkan pola FGD (Foccus Group Discussion = Diskusi Kelompok Terarah).
Pembentukan site learning (lokasi pembelajaran) untuk PHBM.
c)      Bidang Produksi
Alokasi bagi hasil untuk produksi kayu dan non-kayu, wisata, galian C, sampah, air, dll.
B.  Kegiatan yang dapat dilakukan dalam kegiatan HKM.
Untuk menjadikan program HKm menjadi lebih aktif masyarakat dapat melakukan kegiatan yang dapat membantu perekonomian masyarakat.
1.      HKM  pada hutan lindung, meliputi kegiatan:
§  Pemanfaatan kawasan (budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya lebah, budidaya pohon serbaguna, budidaya burung walet, penangkaran satwa liar, rehabilitasi hijauan makanan ternak);
§  Pemanfaatan jasa lingkungan (pemanfaatan jasa aliran air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan, penyerapan dan/ atau penyimpanan karbon);
§  Pemungutan hasil hutan bukan kayu (rotan, bambu, madu, getah, buah, jamur).
2.    HKM pada hutan produksi meliputi kegiatan:





§  pemanfaatan kawasan; (a. budidaya tanaman obat; b. budidaya tanaman hias; c. budidaya jamur; d. budidaya lebah; e. penangkaran satwa; dan f. budidaya sarang burung walet)
§  penanaman tanaman hutan berkayu
§  pemanfaatan jasa lingkungan; (a. pemanfaatan jasa aliran air; b. pemanfaatan air; c. wisata alam; d. perlindungan keanekaragaman hayati; e. penyelamatan dan perlindungan lingkungan; dan f. penyerapan dan/ atau penyimpanan karbon)
§  pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; (a. rotan, sagu, nipah, bambu, yang meliputi kegiatan penanaman, pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil; b. getah, kulit kayu, daun, buah atau biji, gaharu yang meliputi kegiatan pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil)
§  pemungutan hasil hutan kayu; dan
§  pemungutan hasil hutan bukan kayu.
BAB III. SIMPULAN
Dalam kegiatan Hutan Kemasyarakatan perlu diadakan sosialisasi tentang hak dan kebijakan yang harus diketahui oleh masyarakat untuk mencegah pelanggaran dan untuk memberikan hak yang sebenarnya untuk masyarakat, selain itu perlu adanya kegiatan proyek pengelolaan hutan yang berkelanjutan akan membantu masyarakat dari segi ekonomi.
Membuat kelompok tani, komunitas pencinta alam ataupun kelompok Pengelola kalunye untuk mengelola hasil Hutan Kemasyarakan yang tentunya akan membuat  pengelolaan dan pekerjaan.
Lebih efektifnya jika melakukan kegiatan pepambahan untuk menambah wawasan , sepeti belajar kelompok ataupun ke petugas kehutanan guna memajukan pegelolaan hutan kemasyarakatan  agar lebih baik kedepanya.


DAFTAR PUSTKA
Amongraga, C. 2008, Mengenal Program PHBM,http://www.InfoJawa.org
Mulyaningsih, H, 2007, Dampak Hutan Kemasyarakatan (HKM) Terhadap Kelestarian Hutan dan Integritas Sosial di Register Gunung Betung Propinsi Lampung, http://pustakailmiah.unila.ac.id/
Bahtiar, I, 2009, Hutan Kemasyarakatan, Harapan Masyarakat Pinggir Hutan, http://www.beritajogja.com/kolom/2008-12/masyarakat-lokal-yang-dibayangkan
Limberg, G, et al, 2006, Peluang dan Tantangan untuk Hutan Kemasyarakatan, Governance Brief, Center for International Forestry Research, CIFOR, Bogor, Indonesia
Anonim, 2002a. Social Forestry. URL: http://edugreen.teri.res.in/explore /forestry/social.htm
Anonim. 2002b. Social Forestry: Refleksi Kehutanan Pasca Reformasi. Workshop Social Forestry, 10
September, Cimacan, Bogor.

Asian Development Bank. 2002. Gender in Forestry: When Mother Nature Suffers, Women Suffer Too.
URL:
 http://www.adb.org/Document/Events/2002/ForestryStrategy/Gender_Torres.pdf
Awang, S.A., 2000. Hutan Desa: Peluang, Strategi dan Tantangan. Jurnal Hutan Rakyat, Volume 3
(November). Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta: 19-32.